ArtikelBerita

Memahami Prinsip Dasar Pionering

Apa yang pertama kali terlintas di kepala kita (anggota pramuka) ketika mendengar kata pionering? Sebagian besar akan mengatakan simpul, ikatan, dan tali. Mungkin juga yang langsung terlintas adalah bangunan menara kaki tiga atau kaki empat. Tapi, apakah pionering terbatas di persoalan ikat mengikat dan membuat bangunan dengan tali dan tongkat saja?

Pionering (pioneering) berasal dari kata pioneer, yang berarti perintis atau pembuka jalan. Dalam konteks kepramukaan, pionering memang lekat hubungannya dengan keterampilan tali-temali. Namun, yang perlu diketahui, pionering tidak sesederhana mengikat tali dan tongkat hingga menjadi sebuah bentuk atau bangunan. Salah satu prinsip dasar pionering adalah melakukan sesuatu dalam kondisi terbatas di alam terbuka. Kenapa terbatas? Karena sebagaimana orang-orang yang merintis sesuatu, yang dihadapinya adalah hal-hal baru, dan harus memanfaatkan apa yang ada untuk mencapai tujuannya.  

Tidak sedikit kita melihat anggota pramuka yang membuat bentuk “pionering” yang bermacam-macam. Umumnya bangunan menara dan gapura, kadang tiang bendera, bahkan ada yang membuat rangka pesawat, robot dan lain-lain. Membuat bentuk yang beraneka ragam seperti itu tentu saja dapat mengembangkan kreativitas peserta didik. Tetapi yang tidak boleh dilupakan oleh orang-orang yang mengajarkan pionering adalah tujuan utama dari pionering itu sendiri.

Merujuk Scouting for Boys, pada sub judul bagian “Pioneering” (Camp Fire Yarn No. 8) ditulis: “mengikat simpul – membangun tempat berlindung – menebang pohon – membuat jembatan – pengukuran diri – memperkirakan tinggi dan jarak”. Jadi, pionering tidak terbatas pada aktivitas tali temali saja.

Karena bermakna sebagai aktivitas perintisan di alam terbuka, pionering berkaitan dengan kegiatan survival. Contohnya, untuk bertahan hidup di alam terbuka, seseorang harus membuat tempat perlindungan (shelter). Mudah saja jika ada tenda, flysheet, atau ponco yang biasa digunakan membuat bivak. Tetapi jika yang ada hanya pepohonan, berarti kita harus memanfaatkan batang dan ranting pohon menjadi tiang penyangga, dan dedaunan sebagai alas pelindung. Bahkan jika tak ada tali, kita harus menggunakan akar atau apapun untuk dijadikan pengikat.

Memilih tempat berlindung juga perlu menentukan lokasi yang aman terlebih dahulu. Termasuk memperkirakan ancaman yang bisa terjadi, seperti pohon tumbang dan sebagainya. Untuk mengantisipasi pohon tumbang kita perlu memperkirakan kondisi dan tinggi pohon tersebut.

Bangunan yang dibuat pun disesuaikan dengan kebutuhan dan keadaan. Di alam terbuka, tentu kita lebih membutuhkan bivak dibanding gapura. Membuat dapur dan perapian tentu akan lebih bermanfaat daripada sebuah menara pandang.

Pionering tidak melulu menggunakan tali kapas dan tongkat seperti yang sering kita gunakan di gudep. Sesekali, kita bisa juga menggunakan jenis tali yang lain, atau bahkan menggunakan sisa-sisa kabel atau kawat untuk mengikat. Tongkat digantikan dengan bambu, gelondongan kayu, atau yang lainnya. Yang terpenting bagi Pembina, atau siapapun itu, wajib mengajarkan tali-temali dari yang paling dasar. Selain tekniknya, adik-adik harus diberikan penjelasan kegunaan setiap simpul dan ikatan yang dibuatnya.

Ketika simpul-simpul dan ikatan sudah dikuasai, peserta didik perlu kita latih untuk membuat desain bangunannya sendiri. Kita cukup memberikan arahan tentang tujuan dan gambaran bangunan yang akan dibuat. Peserta didik yang menentukan dan merancang sendiri desain bangunannya. Mengatur ukuran tiap bagian, jenis bahan, dan mempersiapkan alat-alat yang dibutuhkan. Selebihnya kita tinggal memberikan bimbingan dan arahan.

Cukup miris melihat peserta didik yang berlatih keterampilan pramuka, tapi dilakukan hanya untuk persiapan berlomba. Berlatih pionering memang terasa menantang jika dikemas dalam bentuk kompetisi. Tapi bukan itu tujuan pionering dilatihkan kepada peserta didik, khususnya penggalang. Sangat mengkhawatirkan jika adik-adik kita berlatih tali-temali hanya untuk mengejar pengakuan dalam lomba. Seringkali jenis bangunan yang dilatihkan di gudep adalah jenis bangunan-bangunan yg diperlombakan. Jadilah peserta didik kita berpikiran sempit sebatas simpul, ikatan, dan bangunan yang itu-itu saja. Ketika dia menjadi penegak, pandega, atau bahkan ketika dia dewasa, pola pikir itulah yang akan dia lanjutkan kepada adik-adik siaga dan penggalangnya.

Pionering akan terasa lebih menyenangkan jika dilakukan di alam terbuka. Dalam sebuah penjelajahan, medan dan jalur yang dilalui bisa bermacam-macam. Misalnya ketika harus menyeberangi sungai. Untuk menyeberang, kita perlu memperkirakan kedalaman dan lebar sungainya. Setelah itu menentukan cara untuk menyeberang. Apakah bisa langsung diseberangi, atau membutuhkan alat bantu menyeberang seperti bentangan tali atau bahkan jembatan sederhana. Dalam kondisi seperti itu, intuisi dan kreativitas peserta didik akan teruji. Peserta didik harus diberikan ruang kemandirian untuk mengeksplorasi pionering itu sendiri.

Dalam sebuah tulisannya, Baden Powel berkata, “Penting untuk diketahui oleh setiap pembina pramuka, bahwa selain detail teknis tentang simpul dan ikatan, ada muatan edukatif dalam pionering. Pionering melatih pengendalian diri, mengembangkan inisiatif dan kecermatan dalam menggunakan bahan yang ada. Selain itu, tentu saja pionering melatih peserta didik untuk dapat berkerja sama dalam tim. Dengan kata lain, pionering bersifat praktis dan membangun karakter: dua unsur penting dalam setiap materi kepramukaan”. (Dd)

Related Articles

Back to top button