ArtikelBeritaDKCKegiatan Nasional

Dramaturgi Dua Sisi DKD Sulsel

Musyawarah Pramuka Penegak dan Pramuka Pandega Putri Putra Nasional telah usai, tentunya banyak dinamika yang terjadi di dalamnya. Namun pada pelaksanaannya banyak isu yang kini berkembang, mulai dari tim verifikasi calon Ketua & Wakil Ketua Dewan Kerja Nasional (DKN) yang merupakan produk Sidang Paripurna Nasional itu sendiri yang dianggap cacat pada pelaksanaan. Banyak hal yang dianggap keliru dari apa yang dipandukan oleh Petunjuk Penyelenggaraan Dewan Kerja Pramuka Penegak dan Pramuka Pandega (PPDK) Nomor 005 Tahun 2017. Salah satunya, proses pemilihan Ketua & Wakil Ketua DKN yang lahir secara aklamasi. Proses itu dianggap melenceng dari yang tertuang dalam PPDK.

Dewan Kerja Daerah (DKD) Sulsel yang menjadi delegasi dari seluruh pramuka penegak dan pandega se-Sulsel menyikapi tegas polemik yang terjadi dengan menentang keras proses hingga hasil yang dilahirkan oleh forum musyawarah tertinggi T/D se-Indonesia ini dengan melakukan aksi walk out sebagai bentuk protes dan kekecewaan terhadap dinamika yang terjadi dalam forum yang dianggap cacat secara prosedural. Dan sebagai tuangan dari sikap yang diambil, DKD Sulsel merilis kajian berjudul “Turut Berduka Cita Atas Matinya Dinamika Musppanitra” yang di dalam narasinya menyebutkan beberapa poin yang dianggap cacat pada proses pelaksanaan Musppanitra. Hal ini tentunya menarik banyak simpati dari anggota pramuka T/D di Sulsel bahkan juga menuai banyak respon dari anggota pramuka di luar wilayah Sulsel. Tidak sedikit yang memberikan dukungan terhadap apa yang disuarakan oleh DKD Sulsel, di ranah Dewan Kerja Cabang se-Sulsel pun menjadi pembahasan diskusi yang cukup serius. Apakah ada yang salah pada kajian DKD Sulsel tersebut? Tentunya tidak, karena narasi yang disajikan di dalamnya sangat berdasar pada PPDK 005 Tahun 2017. Namun apakah DKD Sulsel sudah bercermin dengan kondisi yang terjadi pada pramuka penegak dan pandega Sulawesi Selatan saat ini?

Related Articles

Melalui tulisan ini, saya coba memberi pandangan dari perspektif pengurus Dewan Kerja Cabang terkait isi dari kajian DKD Sulsel dengan realita perkembangan pramuka penegak dan pandega yang terjadi di Sulawesi Selatan dewasa ini. Dalam narasi pembukanya, DKD Sulsel menyebutkan Musppanitra Nasional Tahun 2023 yang dilaksanakan dengan durasi yang luar biasa singkat dan diselesaikan dengan sangat prematur. Dilanjutkan dengan pernyataan bahwa Dewan Kerja Nasional telah menetapkan standar yang sangat rendah dalam proses Musppanitra. Lantas, bagaimana dengan DKD Sulsel sendiri? Sebagai contoh, mari kita tarik garis ke belakang, tepatnya pada Sidparda Sulsel Tahun 2023. Sidang Paripurna yang merupakan forum tertinggi setelah Musppanitra justru dibatasi dengan waktu yang juga terbilang sangat singkat dengan dibagi menjadi dua sesi (daring dan luring) hingga dibatasinya waktu berbicara para Ketua DKC dalam memberikan pandangan umum/ evaluasi terhadap pelaksanaan program dan kebijakan DKD Sulsel setahun ke belakang. Sampai terlaksananya Musppanitra Nasional kemarin, DKD Sulsel yang seyogyanya hadir mewakili aspirasi pramuka penegak dan pandega di Sulsel terkesan enggan menjalin komunikasi ke tingkat bawah, utamanya terkait hal-hal yang mesti disuarakan di forum tertinggi pramuka penegak dan pandega di Indonesia tersebut. Kita dibuat bertanya-tanya, apakah DKD Sulsel benar-benar mewakili suara pramuka penegak dan pandega Sulsel atau hanya mengejar ambisinya? Kita dibuat menjadi seakan kehilangan kepercayaan, sebab hasil Sidparda yang terlaksana pada bulan Januari Tahun 2023  baru dirilis di akhir November dengan dalih ”human error”. Apa benar human error itu terjadi selama sepuluh bulan lamanya? Lebih lanjut, apakah DKD Sulsel bisa memberi jaminan untuk melaksanakan Musppanitra Daerah sekurang-kurangnya satu bulan sebelum pelaksanaan Musyawarah Daerah seperti yang disuarakan sendiri dengan tegas pada poin pertama rilis kajiannya? Menarik kita tunggu. Prinsip ”dari, oleh, dan untuk Penegak dan Pandega dengan bimbingan anggota dewasa” yang disebutkan, apakah sudah dipegang teguh oleh DKD Sulsel sendiri?

Pada poin ketiga rilisnya, DKD Sulsel menyebutkan, “Entah mungkin kekurangan kertas, atau sedang malas mengetik, Laporan Pertanggungjawaban DKN periode 2018-2023 dengan periode selama 5 tahun hanya sejumlah 27 (Dua Puluh Tujuh) halaman”. Pernyataan tersebut tentu menjadi menarik tatkala banyaknya program kerja DKD Sulsel yang tidak berjalan. Bahkan kegiatan Perkemahan Wirakarya Daerah yang menjadi dorongan dewan kerja di Sulsel sudah tertunda selama tiga tahun hingga kini mendekati akhir masa bakti DKD. Bukankah ini menjadi lelucon yang kurang lucu juga? Jika nanti pada akhirnya laporan seorang pramuka dalam pencapaian TKU Pandeganya mungkin lebih tebal dibanding lembar laporan pertanggungjawaban DKD saat ini.   Selanjutnya pada poin keempat, DKD Sulsel seakan kehilangan momentum ketika hal-hal yang dianggap janggal mestinya disuarakan dengan keras dan lantang sedari awal hal itu disadari, kurang tepat rasanya jika hal ini baru disuarakan dengan keras setelah diketuknya palu sidang tanda berakhir Musppanitra Nasional Tahun 2023. DKD Sulsel menjadi satu-satunya delegasi yang walk out. Sayangnya, sikap itu baru dilakukan pada menit-menit akhir Musppanitra Nasional, jika memang Musppanitra Nasional kali ini dianggap cacat secara prosedural, lantas dimana DKD yang lain? Apakah mereka bungkam atas proses yang tidak sehat itu? Atau malah DKD Sulsel yang keliru dalam mengambil sikap atas ambisi yang tidak tercapai? Jadi, akan bagaimana nasib pramuka penegak dan pandega di Sulsel lima tahun kedepan?

Di akhir tulisan ini, sesuai yang tertera pada rilis kajian Musppanitra Nasional oleh DKD Sulsel, tentu menjadi harapan bersama agar pelaksanaan Musppanitra Daerah Sulsel yang nantinya akan dilaksanakan dalam waktu dekat selaras dengan apa yang disuarakan oleh Kakak-kakak Dewan Kerja Daerah Sulawesi Selatan. Semoga Siri Na Pacce tak hanya menjadi slogan pemanis belaka. Tabik. (Muh. Asrullah Rahim – Ketua DKC Maros)

Related Articles

Back to top button