“Siaga itu berbakti pada ayah dan bundanya!” “Siaga itu berani dan tidak putus asa!”
Pada sebuah upabuklat Siaga, seorang anak berusia 10 tahun membacakan Dwidarma di tengah barisan berbentuk lingkaran. Dia mengenakan pakaian pramuka bergaris coklat tebal di ujung saku lengan. Bersepatu dan berkaos kaki panjang warna hitam. Ujung baju tidak dimasukkan ke dalam celana. Di saku kanannya terdapat tanda bergambar balok hijau bersusun tiga. Di kepalanya terpasang topi berlidah agak pendek. Sisi depan topi terdapat emblem berbentuk lingkaran berwarna hijau bergambar lambang Gerakan Pramuka berwarna kuning emas. Oleh teman-temannya, dia dipanggil ‘Sulung’.
Pramuka Siaga adalah anggota Gerakan Pramuka yang berusia 7-10 tahun. Diadaptasi dari Cub atau Wolf Cub di Inggris. Sebuah kelompok usia pramuka di bawah Penggalang (Scout). Wolf Cubs – kelompok usia pramuka di bawah 11 tahun, pertama kali diluncurkan secara resmi di Caxton Hall, London pada 16 Desember 1916. Sebulan setelah penerbitan buku The Wolf Cub’s Handbook.
“Usia siaga adalah masa peralihan dari anak-anak menjadi remaja, sedangkan usia penggalang adalah masa peralihan dari anak remaja menjadi pemuda. Ada beberapa poin utama yang perlu diketahui oleh mereka yang tertarik dengan pelatihan Siaga.” Robert Baden Powell menekankan perlunya pendekatan berbeda dalam menjalankan Cub Pack (Perindukan Siaga). Ia melihat rentang usia yang dicakup oleh Pramuka Siaga sebagai titik perkembangan penting dalam kehidupan peserta didik.
Setiap golongan peserta didik dalam Gerakan Pramuka memiliki ciri khas tersendiri sesuai dengan perkembangan jasmani dan rohaninya. Warna golongan Siaga berwarna hijau. Warna hijau mengiaskan buah kelapa yang masih sangat muda. Kiasa tersebut bermakna bahwa masa Siaga merupakan masa awal penanaman nilai-nilai budi pekerti.
Untuk memberikan pembinaan dan bimbingan yang lebih terfokus pada setiap individu. Pramuka Siaga dikelompokkan dalam sebuah Barung yang idealnya terdiri dari 6 orang anggota. Pengelompokan tersebut dapat memberikan kontribusi dalam meningkatkan pribadi anak yang meliputi area pengembangan spiritual, emosional, sosial, intelektual dan fisik.
Berbeda dengan golongan lain yang menggunakan hubungan kakak adik antar peserta didik dan pembinanya, Pramuka Siaga menjalin hubungan dengan Pembina layaknya anak dan orang tua. Karena itu pembina Siaga tidak sapa dengan panggilan Kakak, melainkan dengan yanda atau bunda, pembantu pembina disapan dengan pacik dan bucik.
Barisan pada upacara Siaga berbentuk lingkaran dengan posisi Pembina berada di tengah. Menurut Kak Joko Mursito (mantan Kapusdiklatnas Gerakan Pramuka), Pembina Siaga merupakan “focus of interest” atau pusat perhatian. Pada formasi tertutup ini, Pramuka Siaga dimaksudkan dapat menyerap nilai-nilai sosial, nilai relegius, nilai-nilai budaya tidak melalui dunia luar tetapi melalui pribadi Pembinanya. Pada usia tersebut, di mana dasar-dasar penanaman nilai-nilai cinta-bangsa, cinta tanah-air, cinta bahasa merupakan sesuatu yang sangat vital, sedangkan anak-anak belum dapat membedakan mana yang bermanfaat dan tidak bermanfaat bagi perkembangan jiwanya, oleh karena itu bagi anak Siaga dalam menyerap nilai-nilai, cukuplah sementara melalui komunitas sosial Gerakan Pramuka.
Hingga saat ini Pramuka Siaga yang tercatat di Kabupaten Maros sebanyak 98 orang. Hanya sekitar 0,2% dari jumlah siswa SD/sederajat yang berusia 7-10 tahun yang berjumlah sekitar 36.000 siswa. Jumlah tersebut lebih sedikit dari anggota Penegak yang berjumlah 425 orang (1,3% dari jumlah siswa berusia 16-20 tahun). Apalagi jika dibandingkan dengan Pramuka Penggalang yang berjumlah 1100 orang (3,1% dari jumlah siswa berusia 11-15 tahun).
Sudah saatnya kita, khususnya pihak-pihak yang memegang peranan penting dalam organisasi Gerakan Pramuka memberikan perhatian kepada pembinaan usia Siaga. Masa Siaga adalah permulaan peserta didik mengenal dunia luar.
Pemberian perhatian bisa dimulai dari Gugusdepan yang berpangkalan di SD/sederajat. Pembina di pangkalan SD bisa memberikan kesempatan kepada anak-anak kelas 1-4 untuk ikut berpramuka. Jangan menganggap bahwa kepramukaan hanya sebuah jago-jagoan membuat menara setinggi mungkin dan secepat mungkin. Tentu saja anak-anak usia Siaga belum tepat diberikan keterampilan seperti itu. Tetapi mungkin bisa dimulai dengan permainan lompat tali, menyusuk tali, hingga belajar membuat simpul-simpul dasar. Jangan kira anak-anak usia Siaga sudah mampu mendirikan tenda dengan cepat seorang diri. Tapi bisa dimulai dari mendirikan tenda bersama-sama dengan Pembina. Setelah itu bermain bersama di depan tenda. Segala hal yang dibutuhkan oleh Pembina sudah tercantum dalam syarat-syarat kecakapan umum dan khusus bagi Pramuka Siaga sendiri.
Kwartir Ranting bisa menyelenggarakan Pesta Siaga, setidaknya 3 bulan sekali. Jika tidak bisa, 6 bulan sekali. Jika masih sulit, setahun sekali. Jika masih terasa sulit juga, minimal 1 kali selama masa periode kepengurusan. Jika menyukai kegiatan berbentuk lomba, Pesta Siaga juga dapat dikemas dalam modelan lomba. Selama mengandung nilai-nilai pendidikan, apapun bentuk kegiatan bisa kita berikan kepada peserta didik.
Kwartir Cabang dapat mendorong peningkatan kuantitas tenaga pendidik melalui pelaksanaan kursus-kursus pembina. Jika terbebani dengan biaya, buatlah orientasi singkat dalam pertemuan sehari dua hari. Jika dirasa sulit juga, setidaknya berikanlah motivasi dan penghargaan kepada para Pembina maupun Mabigus yang sudah sungguh-sungguh bergiat.
Setiap anak memiliki sifat unik dan beragam yang pada dasarnya merupakan pribadi yang aktif dan tidak pernah diam. Oleh karena itu, Baden Powell ingin sebuah Perindukan Siaga terlihat sebagai keluarga yang bahagia, penuh dengan tawa. Dia menyadari kebutuhan bermain pada kelompok usia Siaga. “Anak-anak menginginkan keceriaan, berikanlah mereka keceriaan itu. Saat mereka bermain, biarkan mereka bermain dengan sepenuh hati.”
Keceriaan dan semangat Pramuka Siaga harus terus menyala, tugas kita sebagai orang Dewasa menjaga nyala itu agar tak pernah padam. (DD)